SEJARAH BATIK DI INDONESIA
BATIK merupakan
kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya
Indonesia (khususnya Jawa) sejak dahulu kala.
Batik berasal
dari bahasa Jawa ‘amba’ yang berarti menulis dan ‘titik’. Kata batik merujuk
pada kain dengan corak yang dihasilkan oleh bahan ‘malam’ (wax) yang
diaplikasikan ke atas kain. Memang titik merupakan desain dominan pada batik.
Perempuan-perempuan Jawa di masa lampau
menjadikan keterampilan mereka dalam membatik sebagai mata pencaharian sehingga
di pekerjaan membatik adalah pekerjaan eksklusif perempuan. Karena Batik juga
diidentikan dengan kecantikan wanita mengingat dalam masa kerajaan di Jawa kecantikan
wanita juga di ukur dengan kepandaian dalam membuat batik dengan menggunakan
canting.
Canting merupakan salah satu alat untuk
menulis pada kain batik dengan menggunakan lilin. Hingga ditemukannya ‘batik
cap’ yang memungkinkan masuknya laki-laki ke dalam bidang ini. Sebenarnya batik
di Indonesia telah dikanal semenjak zaman Kerajaan Majapahit dan terus
berkembang kepada kerajaan dan raja-raja berikutnya.
Sejarah
pembatikan di Indonesia berkait erat dengan perkembangan kerajaan Majapahit dan
penyebaran ajaran Islam di Tanah Jawa. Jadi kesenian batik ini di Indonesia
telah dikenal sejak zaman kerjaan Majapahit dan terus berkembang kepada
kerajaan dan raja-raja berikutnya. Adapun mulai meluasnya kesenian batik ini
menjadi milik rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad
ke-XVIII atau awal abad ke-XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik
tulis sampai awal abad ke-XX dan batik cap dikenal baru setelah perang dunia
kesatu habis atau sekitar tahun 1920. Adapun kaitan dengan penyebaran ajaran
Islam. Banyak daerah-daerah pusat perbatikan di Jawa adalah daerah-daerah
santri dan kemudian Batik menjadi alat perjaungan ekonomi oleh tokoh-tokoh
pedangan Muslim melawan perekonomian Belanda.
Bahkan, motif batik bisa menunjukkan
status seseorang. Seperti kalangan keluarga keraton Yogyakarta dan Surakarta
yang masing-masing hanya mengenakan motif batik tertentu hingga saat ini.
Semakin meluasnya batik dipengaruhi oleh pengikut raja yang tinggal di luar
keraton sehingga turut mempopulerkan batik di luar keraton.
Lama kelamaan kesenian batik ini ditiru
oleh rakyat terdekat dan selanjutnya meluas menjadi pekerjaan kaum wanita dalam
rumah tangganya untuk mengisi waktu senggang. Batik yang tadinya hanya pakaian
keluarga keraton kemudian menjadi pakaian rakyat yang digemari baik pria maupun
wanita. Pada masa itu, bahan kain putih yang dipergunakan waktu itu merupakan
hasil tenun sendiri.
Sedangkan bahan-bahan pewarna yang
dipakai terdiri dari tumbuh tumbuhan asli Indonesia yang dibuat sendiri di antaranya
pohon mengkudu, tinggi, soga, nila, dan bahan sodanya terbuat dari soda abu
serta garamnya dari tanah lumpur. Setiap motif yang dituangkan dalam kain
memiliki filosofi tentang makna kehidupan, kejadian, sampai pada
pengalaman-pengalaman hidup dari tokoh-tokoh atau tradisi keluarga.
Pembatik tidak boleh sembarangan dan
lancang untuk mengartikannya dan menuangkan inspirasinya begitu saja di atas
kain. Sebelum menerjemahkannya dalam bentuk tulisan tangan pembuat terlebih
dahulu melakukan ritual-ritual kecil seperti berpuasa dan membaca mantera.
Hingga batik (baju batik) usai dibuat, pembuat juga harus melaksanakan ritual
penutup.
Padahal batik sebenarnya mengandung
nilai sejarah yang sangat tinggi. Motif batik Parang Rusak misalnya, sebenarnya
termasuk motif batik sakral yang hanya dipergunakan di lingkungan keraton.
Demikian juga warna batik pada motif parang bisa menentukan asal keraton
pemakainya, apakah dari Keraton Solo atau dari Keraton Jogja. Adapun ayng lain
yaitu motof sidomukti yang merupakan lambang kemakmuran dan lain lain.Masing
masing motif mempunyai arti tersendiri bagi sipembuat. Untuk artikel berikutnya
mangga8 batik akan membahas mengenai beberapa dari ribuan motif batik di
Indonesia.
(Dikutip
dari berbagai sumber)
0 komentar:
Posting Komentar